Seringkali
kita menyaksikan hal ini di masjid-masjid. Ketika imam selesai salam, ada
jama’ah yang telat, lantas ia bermakmum di belakang makmum masbuk (yang sudah
shalat dengan imam pertama). Bolehkah bermakmum semacam ini? Mari kita lihat
penjelasan dari ulama besar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Ahmad bin
Abdul Halim Al Haroni yang digelari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah
ditanya,
عَنْ رَجُلٍ
أَدْرَكَ مَعَ الْجَمَاعَةِ رَكْعَةً فَلَمَّا سَلَّمَ الْإِمَامُ قَامَ لِيُتِمَّ
صَلَاتَهُ فَجَاءَ آخَرُ فَصَلَّى مَعَهُ فَهَلْ يَجُوزُ الِاقْتِدَاءُ بِهَذَا
الْمَأْمُومِ؟
“Ada
seseorang yang mendapati jama’ah tinggal satu raka’at. Ketika imam salam, ia
pun berdiri dan menyempurnakan kekurangan raka’atnya. Ketika itu, datang
jama’ah lainnya dan shalat bersamanya (menjadi makmum dengannya). Apakah
mengikuti makmum yang masbuk semacam ini dibolehkan?”
Jawaban
beliau rahimahullah,
Mengenai
shalat orang yang pertama tadi ada dua pendapat di madzhab Imam Ahmad dan
selainnya. Akan tetapi pendapat yang benar, perbuatan semacam ini dibolehkan.
Inilah yang menjadi pendapat kebanyakan ulama. Hal tadi dibolehkan dengan
syarat orang yang diikuti merubah niatnya menjadi imam dan yang
mengikutinya berniat sebagai makmum.
Namun jika
orang yang mengikuti (yang telat datangnya tadi) berniat untuk mengikuti orang
yang sudah shalat bersama imam sebelumnya (makmum masbuk), sedangkan yang
diikuti tersebut tidak berniat menjadi imam, maka di sini ada dua
pendapat mengenai kesahan shalatnya:
Pendapat
pertama: Shalatnya
sah sebagaimana pendapat Imam Asy Syafi’i, Imam Malik dan selainnya.
Pendapat
kedua: Shalatnya
tidak sah. Inilah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad. Alasan dari pendapat
kedua ini, orang yang menjadi makmum pertama kali untuk imam pertama (makmum
masbuk), setelah imam salam, maka ia statusnya shalat munfarid (sendirian).
Lalu
mengenai makmum masbuk tadi yang menyelesaikan shalatnya, semula ia shalat munfarid,
ia boleh merubah niat menjadi imam bagi yang lain sebagaimana Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah menjadi imam bagi Ibnu ‘Abbas tatkala sebelumnya
beliau niat shalat munfarid. Seperti ini dibolehkan dalam shalat sunnah
sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas tersebut. Hal ini pun menjadi
pendapat Imam Ahmad dan ulama lainnya. Namun disebutkan dalam madzhab
Imam Ahmad suatu pendapat yang menyatakan bahwa seperti ini dalam shalat sunnah
tidak dibolehkan. Sedangkan mengikuti shalat makmum masbuk dalam shalat
fardhu, maka di sini terdapat perselisihan yang masyhur di kalangan para ulama.
Akan tetapi, yang benar adalah bolehnya hal ini dalam shalat fardhu maupun
shalat sunnah karena yang diikuti menjadi imam dan itu lebih banyak daripada kedaannya
shalat munfarid. Oleh karena itu, mengalihkan dari shalat sendirian menjadi
imam, itu tidaklah terlarang sama sekali. Berbeda halnya dengan pendapat
pertama tadi (yang menyatakan tidak bolehnya). Wallahu a’lam.
Demikian
sajian singkat ini dari Majmu’ Al Fatawa (22/257-258). Semoga
bermanfaat.
Panggang-GK,
22 Jumadits Tsani 1431 H (04/06/2010)
Al Faqir
Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar